Pendidikan Ideal Dalam Perspektif Islam
Surabaya - Dr. Adian Husanini menyatakan bahwa Pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang menghasilkan manusia baik yang Universal. Pandangan idealisme pendidikan dalam Islam sebenarnya sudah sangat selaras dengan tujuan pendidikan nasional yang mengharapkan lulusan dari sistem pendidikan nasional adalah insan yang cerdas dan berakhlak mulia sesuai dengan sila Ketuhanan yang Maha Esa. Namun sayang, ketika sudah masuk dalam tataran teknis pendidikan, banyak hal yang kemudian mulai mengaburkan tujuan utama pendidikan. Pernyataan ini beliau sampaikan dalam dialog pendidikan bersama Komunitas Pecinta Ilmu (KOPI) di hotel Quest, Surabaya.
Dalam kesempatan ini, beliau juga memaparkan bahwa masalah distorsi pendidikan in harus menjadi tanggung jawab kolektif antara orangtua, sekolah, masyarakat dan juga pembat kebijakan pendidikan. Semua elemen dalam lingkaran pendidikan ini harus bersama-sama memberikan peran aktif sesuai dengan ranah masing-masing. Secara khusus, beliau mendorong sekolah untuk bisa meramu model pendidikan yang menjadikan budaya atau tradisi ilmu bisa tercermin dalam setiap kegiatan dan kurikulum yang disusun.
Institusi sekolah tidak boleh terjebak dalam paham 'sekolahisme' yang menganggap bahwa belajar hanya terjadi saat anak-anak berada di sekolah dan ketika mereka sudah berada di luar sekolah, maka berhenti pula proses 'belajar' nya. Beliau menekankan bahwa proses belajar anak tidak boleh dibatasi ruang dan waktu yang disebut dengan institusi sekolah. Belajar adalah proses sepanjang hayat yang harus dan terus dilakukan dengan atau bahkan tanpa adanya lembaga yang kemudian disebut sekolah.
Prinsip continuous learning ini bisa dipahami oleh para penyelenggara sekolah dengan baik sehingga kurikulum, metode, dan model pendidikan yang ditrapkan tidak mengkooptasi makna belajar itu sendiri. Pihak sekolah bisa merancang pembelajaran yang melibatkan orangtua, masyarakat, atau pihak lain dalam prosesnya. Sebagai contoh, pembelajaran berbasis project yang pelaksanaanya tidak hanya di sekolah namun juga dengan melakukan penelitian ilmiah di lapangan yang bisa saja melibatkan masyarakat atau instansi tertentu sesuai dengan tema project yang dipilih. Dalam hal ini, sekolah menjadi pemantik ide penelitian untuk kemudian dikembangkan dan laksanakan oleh siswa. orangtua, masyarakat dan instansi lain berperan menjadi fasilitator pembelajaran yang dilakukan dalam project tersebut. Semua berperan, semua memiliki kontribusi, dan semua merasa memiliki taggung jawab pendidikan terhadap calon penerus bangsa.
Dengan model pembelajaran yang sesuai dengan prinsip pendidikan yang ideal maka budaya dan tradisi ilmu dalam sekolah bisa diciptakan. Sebaliknya, jika sekolah terlarut dalam pragmatisme belajar yang menekankan latihan mengerjakan soal untuk persiapan masuk ke jenjang atau pekerjaan tertentu, maka siswa akan cenderung memiliki pemikiran yang simple dan pragmatis pula. Mereka akan terjebak dengan pemikiran linier Sekolah - Nilai Baik - Kerja Bagus - Banyak Uang. Sebuah pemikiran yang tidak sepenuhnya keliru namun kering akan nilai pendidikan yang ideal. Praktek pembelajaran yang kering ini akan semakin menjauhkan manusia dari rasa cinta dengan ilmu dan belajar. Bisa jadi karena disorientasi tujuan ilmu yang dikesankan oleh praktek pendidikan yang tidak ideal ini, ketika mereka sudah meraih pekerjaan yang diidamkan, mereka merasa sudah tidak perlu lagi belajar dan bahkan merasa puran dengan pengetahua yang dimiliki. Inilah pemikiran yang seharusnya bisa dihindari. Bukankah bagi umat Islam menuntut ilmu itu wajib dilakukan dari lahir sampai dengan akhir hayat?
(ars)